September 19, 2010

paulina9d

JANGAN BENCI AKU, MAMA


Quantcast
Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Saya
berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan budak atau
pelayan. Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya
membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun
melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya
menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam.
Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya
pakaian anak-anak yang indah-indah. Namun tidak demikian halnya dengan
Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat
membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan
uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya.
Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4
tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang
semakin menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat
saya menyesal seumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran
saya beserta Angelica. Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan
begitu saja. Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami
laku terjual untuk membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10
tahun.. telah berlalu sejak kejadian itu.
Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia
Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat
buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit
demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang. Angelica telah berumur
12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan.
Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang
mengingatnya.
Sampai suatu malam. Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak.
Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali. Ia melihat ke arah
saya. Sambil tersenyum ia berkata, “Tante, Tante kenal mama saya? Saya
lindu cekali pada Mommy!” Setelah berkata demikian ia mulai beranjak
pergi, namun saya menahannya,
“Tunggu…, sepertinya saya mengenalmu.
Siapa namamu anak manis?”
“Nama saya Elic, Tante.”
“Eric? Eric… Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?”
Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai
perasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga. Tiba-tiba
terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film
yang diputar dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya
perbuatan saya dulu.Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya
harus mati…, mati…, mati… Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan
saya goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas
kembali di pikiran saya. Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric…
Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad dengan pandangan heran menatap saya dari samping.
“Mary, apa yang sebenarnya terjadi?”
“Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang
telah saya lakukan dulu.” tTpi aku menceritakannya juga dengan
terisak-isak. ..
Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yang
begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangissaya reda, saya keluar
dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada
gubuk yang terbentang dua meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat
betapa gubuk itu pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric..
Eric… Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu. Dengan perasaan
sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang
terbuat dari bambu itu. Gelap sekali… Tidak terlihat sesuatu apa pun!
Perlahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil
itu. Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada
sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah.
Saya mengambil seraya mengamatinya dengan seksama… Mata mulai
berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas baju
butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya. .. Beberapa saat
kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, saya pun keluar dari
ruangan itu… Air mata saya mengalir
dengan deras. Saat itu saya hanya diam saja. Sesaat kemudian saya dan
Brad mulai menaiki mobil untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun, saya
melihat seseorang di belakang mobil kami. Saya sempat kaget sebab
suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang
demikian kotor. Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak
kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.
“Heii…! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!”
Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, “Ibu, apa ibu kenal dengan
seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?” Ia menjawab,
“Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk! Tahukah kamu, 10
tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus menunggu
ibunya dan memanggil, ‘Mommy…, mommy!’ Karena tidak tega, saya terkadang
memberinya makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya. Walaupun saya
orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak
akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric
meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama
bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu…”
Saya pun membaca tulisan di kertas itu…
“Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi…?
Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy
harus berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom…”
Saya menjerit histeris membaca surat itu.
“Bu, tolong katakan… katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan
meyayanginya sekarang! Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong
katakan..!!”
Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.
“Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric telah
meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat
kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di
belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila
Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam
sana … Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari belakang gubuk
ini… Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus
bersikeras menunggu Nyonya di sana .
Nyonya,dosa anda tidak terampuni!”
Saya kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi. (kisah nyata di irlandia utara)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

share this..

share it..

music here !! ♥♥